LAPORAN PRAKTIKUM
KESUBURAN DAN KESEHATAN TANAH
TENTANG
MENILAI KUALITAS DAN KESEHATAN TANAH
PT. ANDIKA KITA MAKMUR “ARJUNA PLANTATION”
Dosen Pengampu : Dr. Ir. Nurhidayati MP.
Oleh :
Kiki Muhammad 2120310001
Nurhayati 2120310004
Ahmad Irfanil Huda 2120310014
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PETANIAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kualitas
tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk berfungsi dalam berbagai batas
ekosistem untuk mendukung produktivitas biologi, mempertahankan kualitas
lingkungan dan meningkatkan kesehatan tanaman, hewan dan manusia. Secara umum, terdapat tiga makna pokok
dari difinisi tersebut yaitu produksi berkelanjutan yaitu kemampuan tanah untuk
meningkatkan produksi dan tahan terhadap erosi, mutu lingkungan yaitu tanah
diharapkan mampu untuk mengurangi pencemaran air tanah, udara, penyakit dan
kerusakan sekitarnya dan ketiga kesehatan makhluk hidup (Barus, 2011)
Kesehatan
tanah memiliki kualitas yang baik dengan kondisi yang sesuai dengan lingkungan
alamiah dan memiliki ciri ekosistem tanah yang seimbang, aktifitas
mikroorganisme tinggi, mikroorganisme patogen rendah, dan terjadi proses daur
ulang usur hara.
Menjaga
kesehatan tanah merupakan salah satu bentuk untuk mewujudkan sistem pertanian
yang berkelanjutan. Sistem yang mampu menjaga dan terpeliharanya tanah sehingga akan memberikan kontribusi
yang besar terhadap kehidupan mikroorganisme tanah dan pertumbuhan dan hasil
tanaman.
Keberlanjutan
kesehatan tanah perlu dilakukan pengukuran kualitas tanah dalam rangka untuk
mengetahui perubahan sifat tanah dari
waktu ke waktu akibat pengelolaan tanah sehingga akan ditemukan sistem
pengelolaan tanah yang tepat dan baik.
1.2.Tujuan Praktikum
1) Mahasiswa
dapat mengetahui pengukuran
indeks kualitas tanah.
2) Mahasiswa dapat
mengidentifikasi kesehatan tanah
dengan Pendekatan Obervasi.
3) Mahasiswa
dapat mengetahui sistem pengelolaan tanah secara berkelanjutan.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Kualitas Tanah
Doran & Parkin (1994) memberikan batasan kualitas tanah
adalah kapasitas suatu tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem untuk
melestarikan produktivitas biologi, memelihara kualitas lingkungan, serta
meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Johnson et al. (1997)
mengusulkan bahwa kualitas tanah adalah ukuran kondisi tanah dibandingkan
dengan kebutuhan satu atau beberapa spesies atau dengan beberapa kebutuhan
hidup manusia.
Pada tahun 1994 Soil Science Society of America (SSSA)
telah mendefenisikan kualitas tanah sebagai kemampuan tanah untuk menampilkan
fungsi-fungsinya dalam penggunaan lahan atau ekosistem untuk menopang
produktivitas biologi, memperahankan kualitas lingkungan dan meningkatkan
kesehatan tanaman, binatang dan manusia. Dalam perkembangannya, sebagian
masyarakat lebih suka menggunakan istilah kesehatan tanah dibandingkan kualitas
tanah, karena kesehatan tanah lebih menggambarkan kehidupan dan dinamika
kehidupan. Sedangkan kualitas tanah lebih menggambarkan sifat-sifat kimia,
fisika dan biologi tanah (Winarso, 2005).
Tanah-tanah yang sehat atau berkualitas akan menunjukkan
rendahnya atau bahkan tidak adanya polusi tanah, tidak mengalami degradasi,
tanaman tumbuh subur dan sehat serta menghasilkan produk yang aman dikonsumsi
baik oleh manusia maupun hewan, dan akan memberikan keuntungan pada petani
secara berkelanjutan. Kualitas tanah dapat dipandang dengan dua cara yang
berbeda, yaitu: 1) sebagai sifat/ atribut inherent tanah yang dapat digambarkan
dari sifat-sifat tanah atau hasil observasi tidak langsung (seperti kepekaan
terhadap erosi atau pemadatan) atau 2) sebagai kemampuan tanah untuk
menampakkan fungsi-fungsi produktivitas, lingkungan dan kesehatan (Rosmarkam
dan Nasih, 2002).
Parameter kesuburan tanah standar (pH tanah, kadar bahan
organik, N, P, dan K tersedia) merupakan factor yang sangat penting dalam
hubungannya dengan pertumbuhan tanaman, produksi tanaman serta fungsi dan
keragaman mikroorganisme tanah. Parameter-parameter tanah tersebut umumnya
sangat sensitive terhadap pengelolaan tanah. Untuk tanah-tanah terpolusi dan terdegradasi,
indicator-indikator tersebut merupakan bagian dari set data minimum dan
indicator kimia tanah (Winarso, 2005).
Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi
dinamis indikator-indikator kualitas tanah. Pengukuran indikator kualitas tanah
menghasilkan indeks kualitas tanah. Indeks kualitas tanah merupakan indeks yang
dihitung berdasarkan nilai dan bobot tiap indikator kualitas tanah.
Indikator-indikator kualitas tanah dipilih dari sifat-sifat yang menunjukkan
kapasitas fungsi tanah (Barus, 2011).
2.2. Indikator kualitas
Tanah
Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik
atau proses fisika, kimia dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi
tanah (SQI, 2001). Menurut Doran & Parkin (1994), indikator-indikator
kualitas tanah harus (1) menunjukkan proses-proses yang terjadi dalam
ekosistem, (2) memadu sifat fisika tanah, kimia tanah dan proses biologi tanah,
(3) dapat diterima oleh banyak pengguna dan dapat diterapkan di berbagai
kondisi lahan, (4) peka terhadap berbagai keragaman pengelolaan tanah dan
perubahan iklim, dan (5) apabila mungkin, sifat tersebut merupakan komponen
yang biasa diamati pada data dasar tanah.
Karlen et al. (1996) mengusulkan bahwa pemilihan
indikator kualitas tanah harus mencerminkan kapasitas tanah untuk menjalankan
fungsinya yaitu:
1.
Melestarikan aktivitas,
diversitas dan produktivitas biologis
2.
Mengatur dan mengarahkan aliran
air dan zat terlarutnya
3.
Menyaring, menyangga, merombak,
mendetoksifikasi bahan-bahan anorganik dan organik, meliputi limbah industri dan
rumah tangga serta curahan dari atmosfer.
4.
Menyimpan dan mendaurkan hara
dan unsur lain dalam biosfer.
5.
Mendukung struktur sosial
ekonomi dan melindungi peninggalan arkeologis terkait dengan permukiman
manusia.
2.3. Faktor Yang
Mempengaruhi Kualitas Tanah
Faktor yang mempengaruhi kualitas tanah pada bagian
fisiknya adalah tekstur tanah, bahan organik, agregasi, kapasitas lapang ,
drainase, topografi, dan iklim. Sedangkan yang mempengaruhi pada bagian
pengolahannya adalah intensitas pengolahan tanah, penambahan organik tanah,
pengetesan pH tanah, aktivitas mikrobia dan garam (fitri, 2011).
2.4. Lahan ( Tanah
Inceptisol)
Tanah yang termasuk ordo
Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Kata
Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Umumnya mempunyai
horison kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari
tanah ini cukup subur.
Pembentukan Tanah Beberapa factor yang mempengaruhi pembentukan Inceptisol adalah:1)
bahan induk yang sangat resisten, 2) Posisi dalam landscape yang ekstrim yaitu
daerah curam atau lembah, 3) permukaan geomorfologi yang muda, sehingga
pembentukan tanah belum lanjut.
Tidak ada proses pedogenik yang dominan kecuali
leaching, meskipun mungkin semua proses pedogenetik adalah aktif. Di
lembah-lembah yang selalu tergenang air terjadi proses gleisasi sehingga
terbentuk tanah dengan khroma rendah. Di tempat dengan bahan induk resisten,
proses pembentukan liat terhambat. Bahan induk pasir kuarsa memungkinkan
pembentukan hodison spodik melalui proses podsolisasi (Anonim, 2011).
Tanah inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat – sifat
tersedianya air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan
berturut – turut dalam musim – musim kemarau, satu atau lebih horison pedogenik
dengan sedikit akumulasi bahan selain karbonat atau silikat amorf, tekstur
lebih halus dari pasir geluhan dengan beberapa mineral lapuk dan kemampuan
manahan kation fraksi lempung ke dalam tanah tidak dapat di ukur. Kisaran kadar
C organik dan Kpk dalam tanah inceptisol sangat lebar dan demikian juga
kejenuhan basa. Inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tempat kecuali
daerah kering mulai dari kutup sampai tropika. (Anonim, 2011).
Pengelolaan tanah ini dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian, yaitu melalui
teras siring atau dengan budidaya tanaman tahunan yang lebih kuat dalam
mengikat tanah. Tanaman pertanian dapat disisipkan dalam sela-sela tanaman
tahunan. Potensi lain adalah dengan memanfaatkan lahan ini untuk usaha
penghijauan.
Permasalahan Karena tanah inceptisol termasuk tanah yang
masih muda dan perkembangan tanah belum lama, sehingga kandungan bahan organik
dan unsur hara dalam tanah kurang tersedia, maka solumnya dangkal (10-15 cm)
dari permukaan dan di bawahnya merupakan lapisan batuan. Rendahnya kedalaman
solum menyebabkan perkembangan akar terhambat sehingga tanaman kurang baik
pertumbuhannya.
Topografi daerah yang miring menyebabkan rawan terhadap
erosi dan tanah aluvial ini kemampuan untuk mengikat air cukup rendah, sehingga
saat kemarau terlihat kering atau tandus. Dalam mengatasi erosi
dilakukan dengan penanaman tanaman tahunan atau tanaman hutan (agroforestri).
Juga dapat dilakukan dengan pembuatan teras siring atau usaha konservasi lain
sehingga bahaya erosi dapat ditekan. Dengan penambahan sisa organik dapat
meningkatkan kelengasan tanah karena sisa organik yang terdekomposisi menjadi
bahan organik mempunyai kemampuan menyerap air yang tinggi dan dapat menahan
laju erosi tanah karena air terserap oleh bahan organik. Penambahan sisa
organik juga dapat mempercepat pelapukan bahan mineral dalam komplek atau
komplek pertukaran karena penambahan bahan organik sepereti pemberian pupuk
kandang atau pupuk hijau dapat menambah keanekaragaman mikroorganisme Sistem
PPT mengklasifikasikan tanah ini dalam golongan tanah tanpa perkembangan
profil, dan masuk dalam kumpulan tanah horison C-organik.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Waktu
dan Tempat Praktikum
Praktikum
ini dilaksanakan di lahan PT. Andika
kita makmur lereng arjuno pada tanggal 25 juni 2015.
Kemudian analisis tanahnya
dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas Islam Malang.
3.2
Alat
dan Bahan
3.2.1
Alat
·
Ring dan pisau
·
Buret
·
Beaker Gelas
·
Cawan petri
·
Timbangan analitik
3.2.2
Bahan
·
Hcl
·
H2O2
·
Plastik
·
Karet
3.3
Langkah
Kerja
Ø Menentukan Kesehatan
Tanah
1. Mengukur
Kesehatan tanah dengan menentukan skor untuk masing-masing indicator
dijumlahkan dan digunakan sebagai baseline
untuk mengukur kualitas tanah di lahan Tebu, Jagung, Sengon, Hutan, Jeruk, Apel, Kopi, Alpukat dan Mawar.
2. Mengambil
sampel tanah di lahan Tebu, Jagung, Sengon,
Hutan, Jeruk, Apel, Kopi, Alpukat dan Mawar.
Ø Menentukan Indeks
Kualitas Tanah
1.
Menentukan bobot fungsi tanah
sesuai dengan tujuan penggunaan lahan yang dinilai.
3. Menentukan
bobot masing-masing fungsi tanah dalam hubungannya dengan penggunaan lahan Tebu,
Jagung, Sengon, Hutan, Jeruk, Apel, Kopi, Alpukat dan Mawar.
2.
Menentukan indicator tanah yang
berhubungan dengan fungsi tanah tersebut.
3.
Menentukan Bobot indicator
tanah.
4.
Menentukan nilai (skor)
indicator tanah dengan cara menginterpolasi dalam persamaan linier sesuai
dengan kisaran yang ditetapkan berdasarkan harkat atau berdasarkan data yang
diperoleh.
5.
Menentukan Indeks kualitas
tanah masing-masing indicator dihitung dengan mengalihkan indeks bobot dengan
skor untuk tiap-tiap indicator kualitas tanah dan fungsi tanah.
6.
Indeks kualitas tanah
masing-masing kriteria lahan terpilih dihitung dengan menjumlahkan nilai indeks
kualitas tanah masing-masing indicator kualitas tanah.
7.
Bobot beberapa indicator
disesuaikan dengan mempertimbangkan tingkat kepentingan indicator dalam
perbaikan kualitas tanah lahan Tebu, Jagung, Sengon, Hutan, Jeruk, Apel, Kopi, Alpukat dan Mawar.
8.
Batas atas dan bawah dari
beberapa indicator juga dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan kondisi di
lapangan.
BAB IV
HASIL
Dari hasil
praktikum dapat di identifikasi secara fisik tanah tersebut (SiCL) Lempung liat berdebu dengn ciri –
ciri: rasa licin jelas, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat, dan melekat.
selain itu pH tanah 6,5.
Tabel 1. Contoh Pendekatan
Observasi untuk Mengukur Kesehatan Tanah pada blok tanaman jeruk, jagung, kopi, mawar, alpukat, sengon, teebu, hutan dan
apel didaerah Lereng Arjuno
BAB V
PENGUKURAN INDEKS KUALITAS TANAH
Tabel 2. Penentuan bobot fungsi dan indicator tanah
untuk menghitung Indeks Kualitas Tanah pada blok tanaman jagung, jeruk, kopi, sengon, mawar, hutan, alpukat, tebu dan
apel
BAB VI
PEMBAHASAN
Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan pada
indikator sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Pengukuran indikator kualitas
tanah menghasilkan indeks kualitas tanah. Indeks kualitas tanah dihitung
berdasarkan nilai dan bobot tiap indikator kualitas tanah.
Untuk melihat kualitas tanah dapat
menggunakan indikator kualitas tanah yang menggambarkan kapasitas tanah. Seperti yang telah dilakukan pada praktikum lapang
di lahan Tebu, Apel, Jagung, Sengon, Alpukat, Hutan, Mawar,
Jeruk dan Kopi. Indikator
kualitas tanah dapat dilihat dari indeks kualitas tanah yang telah dilihat pada
tabel diatas bahwa indeks kualitas tanah terbaik adalah pada lahan Hutan yaitu kedalaman perakaran
0,036, BI 0,048, porositas 0,024 Ph 0,0324 dan kemantapan agregat 0,036, P
tersedia 0,012 kdd 0,012 dan total karbon 0,036.
Lahan agroforesty masih terjaga secara
alami berpengaruh pada kualitas tanah hal ini dapat dilihat dari kedalaman
perakaran yang tinggi. kedalaman yang tinggi menyebabkan porositas tinggi pula
sehingga aliran air dan zat terlarut dapat masuk kedalam tanah dan diserap oleh
akar tanaman dan dengan stabilitas agregat
yang tinggi pula. Selain itu juga tanah agroforestry memiliki total
karbon dan nitrogen yang cukup tinggi yang
didapatkan dari residu tanaman terutama daun jatuh yang terdekomposisi dan
termineralisasi, selain itu juga berasal dari berbagai jenis pohon yang tumbuh
dan berkembang di dalam hutan, sehingga tanah agroforesty dapat dikategorikan
subur dengan kualitas tanah yang baik apabila dibandingkan dengan lahan jagung,
apel, hortikultur dan tebu. Untuk keempat jenis tanah diatas kualitas tanah menurun dikarenakan
adanya pengelolaan yang telah dilakukan oleh petani.
Terutama yang terjadi pada lahan jagung,
yang mana kualitasnya sudah dinyatakan menurun
melalui indikator tabel diatas, terlihat bahwa pada lahan jagung kedalaman
perakarannya sama pada semua lahan dan stabilitas agregat yang rendah. Adanya pengelolaan tanah dan suplai pupuk
yang berlebihan juga berpengaruh pada kualitas tanah. Untuk melihat kualitas
tanah yang terbaik hingga yang kurang baik dapat dilihat pada grafik indikator
kualitas tanah.
Kualitas
tanah berhubungan erat dengan kesehatan
tanah. Kesehatan
tanah dapat dilihat dari aktifitas mikro maupun makro organisme disekitar tanah
tersebut. Maka dari itu untuk mengukur kesehatan tanah dilakukan pendekatan
observasi seperti pada hasil praktikum diatas, yang tertuang pada tabel dan
grafik pendekatan observasi untuk mengukur kesehatan tanah.
Dari
praktikum lapang yang telah dilakukan di lahan jagung, lahan apel, agroforesty
dan lahan tebu terlihat aktivitas mikro dan makro organisme yang tinggi adalah
pada apel dengan total skor 76, kemudian lahan agroforesty dengan total skor
74, lahan jagung 52, lahan tebu 40 dan yang paling rendah adalah lahan
hortikultur dengan total skor 34.
Pada
tabel 1 terlihat bahwa ketika adanya aktivitas mikro dan makro organisme tanah
maka hal ini berpengaruh pada sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Terlihat
pada skor yang ditunjukkan oleh agroforesty yang tinggi, dimana aktivitas makro
dan mikro organisme yang tinggi sehingga berpengaruh pada struktur tanah,
pemadatan tanah yang remah, gembur dan tidak padat sehingga infiltrasi,
drainase, retensi air meresap sempurna dan sedikit adanya genangan yang
difungsikan untuk ketersediaan air bagi tanaman. Dengan keadaan tanah yang
seperti itu mengakibatkan aerasi tanah terbuka, porous dan longgar sehingga
erosi sedikit dan topsoil masih ada. Warna tanah yang hitam, coklat gelap atau
abu – abu gelap berasal dari dekomposisi residu atau pupuk organik sehingga menimbulkan bau seperti tanah, manis
dan berbau segar menunjukkan bahwa tanah tersebut sehat dengan kualitas yang
baik dan pasti terjaga kesuburannya.
.
Peran utama agroforestry dalam mempertahankan kesuburan tanah,
antara lain melalui empat mekanisme:
1.
Mempertahankan kandungan bahan
organic tanah
2.
Mengurangi kehilangan hara ke
lapisan tanah bawah
3.
Menambah N dari hasil
penambahan N bebas dari udara
4.
Memperbaiki sifat fisik tanah
BAB VII
PENUTUP
7.1
Kesimpulan
Dari praktikum pengukuran kualitas tanah pada daerah
tanaman jagung, jeruk, apel, kopi,
alpukat, mawar, tebu, sengon dan hutan dapat
disimpulkan:
1)
Pada indeks kualitas tanah pada
daerah penanaman sayur 0.50 sedangkan indeks kualitas tanah Hutan 0.76.
Berdasarkan Indikator tanah menunjukan Kualitas tanah pada daerah tanaman
sayuran sangat rendah dibandingkan dengan kualitas tanah pada daerah Hutan.
2)
Pengelolaan lahan pada daerah
penanaman sayur masih kurang baik terlihat penggunaan pupuk dalam dosis yang
tinggi, penggunaan alat berat, dan aktifitas mikroorganisme yang rendah.
7.2. Saran
Dari praktikum pengukuran kualitas tanah pada daerah
tanaman jagung, jeruk, apel, kopi,
alpukat, mawar, tebu, sengon dan hutan dapat
disarankan:


DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2011. Tanah Inceptisol.
http://semangatgeos.blogspot.com/2011/11/tanah-inceptisol.html
[ 9 Juli 2012].
Barus, 2011. Praktek Kualitas Tanah Di Lahan Sawah Irigasi Dan Pasang Surut Desa
Pematang Lalang Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. http://novalindabarus.blogspot.com/2012/01/praktek-kualitas-tanah-di-lahan-sawah.html
[ 9 Juli 2012]
Doran, JW. & TB. Parkin, 1994. Defining and Assessing Soil
Quality, In Defining Soil Quality for a Sustainable Environment. JW.
Doran, DC. Coleman, DF. Bezdicek, & BA. Stewart (eds). SSSA Spec. Pub. No.
35. Soil Sci. Soc. Am., Am. Soc. Agron., Madison, WI, pp.3-21.
Fitri, 2011. Peran Makrofauan dan Mikrofauna Dalam Sifat Fisik Dan
Kimia Tanah. http://fitri05.wordpress.com/2011/01/24/peran-makrofauan-dan-mikrofauna-dalam-sifat-fisik-dan-kimia-tanah/
[ 9 Juli 2012]
Johnson, DL., SH. Ambrose, TJ. Basset, ML. Bowen, DE. Crummey, JS.
Isaacson, DN. Johnson, P. Lamb, M. Sul & AE. Winter-Nelson. 1997. Meaning
of Environmental Terms. J. Environ. Qual.. 26:581-589.
Karlen, DL., MJ. Mausbach, JW. Doran,RG. Cline, RF. Harris, &
GE. Schuman. 1996. Soil Quality: Concept, Rationale and Research Needs. Soil.Sci.Am.J:
60:33-43
Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas
Tanah. Penerbit Gava Media. Yogyakarta.