Jumat, 24 Juni 2016

Laporan Praktikum Tanah



LAPORAN PRAKTIKUM
KESUBURAN DAN KESEHATAN TANAH
TENTANG
MENILAI KUALITAS DAN KESEHATAN TANAH
PT. ANDIKA KITA MAKMUR “ARJUNA PLANTATION”
Dosen Pengampu : Dr. Ir. Nurhidayati MP.





Oleh :
Kiki Muhammad                           2120310001
Nurhayati                                        2120310004
Ahmad Irfanil Huda                      2120310014




JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PETANIAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2015

BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kualitas tanah adalah kemampuan suatu tanah untuk berfungsi dalam berbagai batas ekosistem untuk mendukung produktivitas biologi, mempertahankan kualitas lingkungan dan meningkatkan kesehatan tanaman, hewan dan manusia. Secara umum, terdapat tiga makna pokok dari difinisi tersebut yaitu produksi berkelanjutan yaitu kemampuan tanah untuk meningkatkan produksi dan tahan terhadap erosi, mutu lingkungan yaitu tanah diharapkan mampu untuk mengurangi pencemaran air tanah, udara, penyakit dan kerusakan sekitarnya dan ketiga kesehatan makhluk hidup (Barus, 2011)
Kesehatan tanah memiliki kualitas yang baik dengan kondisi yang sesuai dengan lingkungan alamiah dan memiliki ciri ekosistem tanah yang seimbang, aktifitas mikroorganisme tinggi, mikroorganisme patogen rendah, dan terjadi proses daur ulang usur hara.
Menjaga kesehatan tanah merupakan salah satu bentuk untuk mewujudkan sistem pertanian yang berkelanjutan. Sistem yang mampu menjaga dan terpeliharanya  tanah sehingga akan memberikan kontribusi yang besar terhadap kehidupan mikroorganisme tanah dan pertumbuhan dan hasil tanaman.
Keberlanjutan kesehatan tanah perlu dilakukan pengukuran kualitas tanah dalam rangka untuk mengetahui perubahan sifat tanah  dari waktu ke waktu akibat pengelolaan tanah sehingga akan ditemukan sistem pengelolaan tanah yang tepat dan baik.

1.2.Tujuan Praktikum
1)      Mahasiswa dapat mengetahui pengukuran indeks kualitas tanah.
2)      Mahasiswa  dapat  mengidentifikasi  kesehatan tanah dengan Pendekatan Obervasi.
3)      Mahasiswa dapat mengetahui sistem pengelolaan tanah secara berkelanjutan.


 
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kualitas Tanah
Doran & Parkin (1994) memberikan batasan kualitas tanah adalah kapasitas suatu tanah untuk berfungsi dalam batas-batas ekosistem untuk melestarikan produktivitas biologi, memelihara kualitas lingkungan, serta meningkatkan kesehatan tanaman dan hewan. Johnson et al. (1997) mengusulkan bahwa kualitas tanah adalah ukuran kondisi tanah dibandingkan dengan kebutuhan satu atau beberapa spesies atau dengan beberapa kebutuhan hidup manusia.
Pada tahun 1994 Soil Science Society of America (SSSA) telah mendefenisikan kualitas tanah sebagai kemampuan tanah untuk menampilkan fungsi-fungsinya dalam penggunaan lahan atau ekosistem untuk menopang produktivitas biologi, memperahankan kualitas lingkungan dan meningkatkan kesehatan tanaman, binatang dan manusia. Dalam perkembangannya, sebagian masyarakat lebih suka menggunakan istilah kesehatan tanah dibandingkan kualitas tanah, karena kesehatan tanah lebih menggambarkan kehidupan dan dinamika kehidupan. Sedangkan kualitas tanah lebih menggambarkan sifat-sifat kimia, fisika dan biologi tanah (Winarso, 2005).
Tanah-tanah yang sehat atau berkualitas akan menunjukkan rendahnya atau bahkan tidak adanya polusi tanah, tidak mengalami degradasi, tanaman tumbuh subur dan sehat serta menghasilkan produk yang aman dikonsumsi baik oleh manusia maupun hewan, dan akan memberikan keuntungan pada petani secara berkelanjutan. Kualitas tanah dapat dipandang dengan dua cara yang berbeda, yaitu: 1) sebagai sifat/ atribut inherent tanah yang dapat digambarkan dari sifat-sifat tanah atau hasil observasi tidak langsung (seperti kepekaan terhadap erosi atau pemadatan) atau 2) sebagai kemampuan tanah untuk menampakkan fungsi-fungsi produktivitas, lingkungan dan kesehatan (Rosmarkam dan Nasih, 2002).
Parameter kesuburan tanah standar (pH tanah, kadar bahan organik, N, P, dan K tersedia) merupakan factor yang sangat penting dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman, produksi tanaman serta fungsi dan keragaman mikroorganisme tanah. Parameter-parameter tanah tersebut umumnya sangat sensitive terhadap pengelolaan tanah. Untuk tanah-tanah terpolusi dan terdegradasi, indicator-indikator tersebut merupakan bagian dari set data minimum dan indicator kimia tanah (Winarso, 2005).
Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan kondisi dinamis indikator-indikator kualitas tanah. Pengukuran indikator kualitas tanah menghasilkan indeks kualitas tanah. Indeks kualitas tanah merupakan indeks yang dihitung berdasarkan nilai dan bobot tiap indikator kualitas tanah. Indikator-indikator kualitas tanah dipilih dari sifat-sifat yang menunjukkan kapasitas fungsi tanah (Barus, 2011).

2.2. Indikator kualitas Tanah
Indikator kualitas tanah adalah sifat, karakteristik atau proses fisika, kimia dan biologi tanah yang dapat menggambarkan kondisi tanah (SQI, 2001). Menurut Doran & Parkin (1994), indikator-indikator kualitas tanah harus (1) menunjukkan proses-proses yang terjadi dalam ekosistem, (2) memadu sifat fisika tanah, kimia tanah dan proses biologi tanah, (3) dapat diterima oleh banyak pengguna dan dapat diterapkan di berbagai kondisi lahan, (4) peka terhadap berbagai keragaman pengelolaan tanah dan perubahan iklim, dan (5) apabila mungkin, sifat tersebut merupakan komponen yang biasa diamati pada data dasar tanah.
Karlen et al. (1996) mengusulkan bahwa pemilihan indikator kualitas tanah harus mencerminkan kapasitas tanah untuk menjalankan fungsinya yaitu:
1.      Melestarikan aktivitas, diversitas dan produktivitas biologis
2.      Mengatur dan mengarahkan aliran air dan zat terlarutnya
3.      Menyaring, menyangga, merombak, mendetoksifikasi bahan-bahan anorganik dan organik, meliputi limbah industri dan rumah tangga serta curahan dari atmosfer.
4.      Menyimpan dan mendaurkan hara dan unsur lain dalam biosfer.
5.      Mendukung struktur sosial ekonomi dan melindungi peninggalan arkeologis terkait dengan permukiman manusia.

2.3. Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Tanah
Faktor yang mempengaruhi kualitas tanah pada bagian fisiknya adalah tekstur tanah, bahan organik, agregasi, kapasitas lapang , drainase, topografi, dan iklim. Sedangkan yang mempengaruhi pada bagian pengolahannya adalah intensitas pengolahan tanah, penambahan organik tanah, pengetesan pH tanah, aktivitas mikrobia dan garam  (fitri, 2011).


2.4. Lahan ( Tanah Inceptisol)
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Umumnya mempunyai horison kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur.
Pembentukan Tanah Beberapa factor yang mempengaruhi pembentukan Inceptisol adalah:1) bahan induk yang sangat resisten, 2) Posisi dalam landscape yang ekstrim yaitu daerah curam atau lembah, 3) permukaan geomorfologi yang muda, sehingga pembentukan tanah belum lanjut.
Tidak ada proses pedogenik yang dominan kecuali leaching, meskipun mungkin semua proses pedogenetik adalah aktif. Di lembah-lembah yang selalu tergenang air terjadi proses gleisasi sehingga terbentuk tanah dengan khroma rendah. Di tempat dengan bahan induk resisten, proses pembentukan liat terhambat. Bahan induk pasir kuarsa memungkinkan pembentukan hodison spodik melalui proses podsolisasi (Anonim, 2011).
Tanah inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat – sifat tersedianya air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut – turut dalam musim – musim kemarau, satu atau lebih horison pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan selain karbonat atau silikat amorf, tekstur lebih halus dari pasir geluhan dengan beberapa mineral lapuk dan kemampuan manahan kation fraksi lempung ke dalam tanah tidak dapat di ukur. Kisaran kadar C organik dan Kpk dalam tanah inceptisol sangat lebar dan demikian juga kejenuhan basa. Inceptisol dapat terbentuk hampir di semua tempat kecuali  daerah kering mulai dari kutup sampai tropika. (Anonim, 2011).
Pengelolaan tanah ini dapat dimanfaatkan untuk usaha pertanian, yaitu melalui teras siring atau dengan budidaya tanaman tahunan yang lebih kuat dalam mengikat tanah. Tanaman pertanian dapat disisipkan dalam sela-sela tanaman tahunan. Potensi lain adalah dengan memanfaatkan lahan ini untuk usaha penghijauan.
Permasalahan Karena tanah inceptisol termasuk tanah yang masih muda dan perkembangan tanah belum lama, sehingga kandungan bahan organik dan unsur hara dalam tanah kurang tersedia, maka solumnya dangkal (10-15 cm) dari permukaan dan di bawahnya merupakan lapisan batuan. Rendahnya kedalaman solum menyebabkan perkembangan akar terhambat sehingga tanaman kurang baik pertumbuhannya.
Topografi daerah yang miring menyebabkan rawan terhadap erosi dan tanah aluvial ini kemampuan untuk mengikat air cukup rendah, sehingga saat kemarau terlihat kering atau tandus. Dalam mengatasi erosi dilakukan dengan penanaman tanaman tahunan atau tanaman hutan (agroforestri). Juga dapat dilakukan dengan pembuatan teras siring atau usaha konservasi lain sehingga bahaya erosi dapat ditekan. Dengan penambahan sisa organik dapat meningkatkan kelengasan tanah karena sisa organik yang terdekomposisi menjadi bahan organik mempunyai kemampuan menyerap air yang tinggi dan dapat menahan laju erosi tanah karena air terserap oleh bahan organik. Penambahan sisa organik juga dapat mempercepat pelapukan bahan mineral dalam komplek atau komplek pertukaran karena penambahan bahan organik sepereti pemberian pupuk kandang atau pupuk hijau dapat menambah keanekaragaman mikroorganisme Sistem PPT mengklasifikasikan tanah ini dalam golongan tanah tanpa perkembangan profil, dan masuk dalam kumpulan tanah horison C-organik.


 


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1    Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan di lahan PT. Andika kita makmur lereng arjuno pada tanggal 25 juni 2015. Kemudian analisis tanahnya dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Universitas Islam Malang.

3.2    Alat dan Bahan

3.2.1        Alat
·         Ring dan pisau
·         Buret
·         Beaker Gelas
·         Cawan petri
·         Timbangan analitik
3.2.2        Bahan
·         Hcl
·         H2O2
·         Plastik
·         Karet


3.3    Langkah Kerja
Ø  Menentukan Kesehatan Tanah
1.      Mengukur Kesehatan tanah dengan menentukan skor untuk masing-masing indicator dijumlahkan dan digunakan sebagai baseline untuk mengukur kualitas tanah di lahan Tebu, Jagung, Sengon, Hutan, Jeruk, Apel, Kopi, Alpukat dan Mawar.
2.      Mengambil sampel tanah di lahan Tebu, Jagung, Sengon, Hutan, Jeruk, Apel, Kopi, Alpukat dan Mawar.

Ø  Menentukan Indeks Kualitas Tanah
1.      Menentukan bobot fungsi tanah sesuai dengan tujuan penggunaan lahan yang dinilai.
3.      Menentukan bobot masing-masing fungsi tanah dalam hubungannya dengan penggunaan lahan Tebu, Jagung, Sengon, Hutan, Jeruk, Apel, Kopi, Alpukat dan Mawar.
2.      Menentukan indicator tanah yang berhubungan dengan fungsi tanah tersebut.
3.      Menentukan Bobot indicator tanah.
4.      Menentukan nilai (skor) indicator tanah dengan cara menginterpolasi dalam persamaan linier sesuai dengan kisaran yang ditetapkan berdasarkan harkat atau berdasarkan data yang diperoleh.
5.      Menentukan Indeks kualitas tanah masing-masing indicator dihitung dengan mengalihkan indeks bobot dengan skor untuk tiap-tiap indicator kualitas tanah dan fungsi tanah.
6.      Indeks kualitas tanah masing-masing kriteria lahan terpilih dihitung dengan menjumlahkan nilai indeks kualitas tanah masing-masing indicator kualitas tanah.
7.      Bobot beberapa indicator disesuaikan dengan mempertimbangkan tingkat kepentingan indicator dalam perbaikan kualitas tanah lahan Tebu, Jagung, Sengon, Hutan, Jeruk, Apel, Kopi, Alpukat dan Mawar.
8.      Batas atas dan bawah dari beberapa indicator juga dinaikkan atau diturunkan sesuai dengan kondisi di lapangan.


 


BAB IV
HASIL

Dari  hasil praktikum dapat di identifikasi secara fisik tanah tersebut (SiCL) Lempung liat berdebu dengn ciri – ciri: rasa licin jelas, membentuk bola teguh, gulungan mengkilat, dan melekat. selain itu pH  tanah 6,5.
Tabel 1. Contoh Pendekatan Observasi untuk Mengukur Kesehatan Tanah pada blok tanaman jeruk, jagung, kopi, mawar, alpukat, sengon, teebu, hutan dan apel didaerah Lereng Arjuno


 


BAB V
PENGUKURAN INDEKS KUALITAS TANAH

Tabel 2. Penentuan bobot fungsi dan indicator tanah untuk menghitung Indeks Kualitas Tanah pada blok tanaman jagung, jeruk, kopi, sengon, mawar, hutan, alpukat, tebu dan apel



























BAB VI
PEMBAHASAN

Kualitas tanah diukur berdasarkan pengamatan pada indikator sifat fisika, kimia dan biologi tanah. Pengukuran indikator kualitas tanah menghasilkan indeks kualitas tanah. Indeks kualitas tanah dihitung berdasarkan nilai dan bobot tiap indikator kualitas tanah.
Untuk melihat kualitas tanah dapat menggunakan indikator kualitas tanah yang menggambarkan kapasitas tanah. Seperti yang telah dilakukan pada praktikum lapang di lahan Tebu, Apel, Jagung, Sengon, Alpukat, Hutan, Mawar, Jeruk dan Kopi. Indikator kualitas tanah dapat dilihat dari indeks kualitas tanah yang telah dilihat pada tabel diatas bahwa indeks kualitas tanah terbaik adalah pada lahan Hutan yaitu kedalaman perakaran 0,036, BI 0,048, porositas 0,024 Ph 0,0324 dan kemantapan agregat 0,036, P tersedia 0,012 kdd 0,012 dan total karbon 0,036.
Lahan agroforesty masih terjaga secara alami berpengaruh pada kualitas tanah hal ini dapat dilihat dari kedalaman perakaran yang tinggi. kedalaman yang tinggi menyebabkan porositas tinggi pula sehingga aliran air dan zat terlarut dapat masuk kedalam tanah dan diserap oleh akar tanaman dan dengan stabilitas agregat  yang tinggi pula. Selain itu juga tanah agroforestry memiliki total karbon dan nitrogen yang cukup tinggi yang didapatkan dari residu tanaman terutama daun jatuh yang terdekomposisi dan termineralisasi, selain itu juga berasal dari berbagai jenis pohon yang tumbuh dan berkembang di dalam hutan, sehingga tanah agroforesty dapat dikategorikan subur dengan kualitas tanah yang baik apabila dibandingkan dengan lahan jagung, apel, hortikultur dan tebu. Untuk keempat jenis tanah  diatas kualitas tanah menurun dikarenakan adanya pengelolaan yang telah dilakukan oleh petani.
Terutama yang terjadi pada lahan jagung, yang mana kualitasnya sudah dinyatakan menurun melalui indikator tabel diatas, terlihat bahwa pada lahan jagung kedalaman perakarannya sama pada semua lahan dan stabilitas agregat yang rendah. Adanya pengelolaan tanah dan suplai pupuk yang berlebihan juga berpengaruh pada kualitas tanah. Untuk melihat kualitas tanah yang terbaik hingga yang kurang baik dapat dilihat pada grafik indikator kualitas tanah.
            Kualitas tanah berhubungan erat  dengan kesehatan tanah. Kesehatan tanah dapat dilihat dari aktifitas mikro maupun makro organisme disekitar tanah tersebut. Maka dari itu untuk mengukur kesehatan tanah dilakukan pendekatan observasi seperti pada hasil praktikum diatas, yang tertuang pada tabel dan grafik pendekatan observasi untuk mengukur kesehatan tanah.
            Dari praktikum lapang yang telah dilakukan di lahan jagung, lahan apel, agroforesty dan lahan tebu terlihat aktivitas mikro dan makro organisme yang tinggi adalah pada apel dengan total skor 76, kemudian lahan agroforesty dengan total skor 74, lahan jagung 52, lahan tebu 40 dan yang paling rendah adalah lahan hortikultur dengan total skor 34.
            Pada tabel 1 terlihat bahwa ketika adanya aktivitas mikro dan makro organisme tanah maka hal ini berpengaruh pada sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Terlihat pada skor yang ditunjukkan oleh agroforesty yang tinggi, dimana aktivitas makro dan mikro organisme yang tinggi sehingga berpengaruh pada struktur tanah, pemadatan tanah yang remah, gembur dan tidak padat sehingga infiltrasi, drainase, retensi air meresap sempurna dan sedikit adanya genangan yang difungsikan untuk ketersediaan air bagi tanaman. Dengan keadaan tanah yang seperti itu mengakibatkan aerasi tanah terbuka, porous dan longgar sehingga erosi sedikit dan topsoil masih ada. Warna tanah yang hitam, coklat gelap atau abu – abu gelap berasal dari dekomposisi residu atau pupuk organik sehingga menimbulkan bau seperti tanah, manis dan berbau segar menunjukkan bahwa tanah tersebut sehat dengan kualitas yang baik dan pasti terjaga kesuburannya.
      . Peran utama agroforestry dalam mempertahankan kesuburan tanah, antara lain melalui empat mekanisme:
1.      Mempertahankan kandungan bahan organic tanah
2.      Mengurangi kehilangan hara ke lapisan tanah bawah
3.      Menambah N dari hasil penambahan N bebas dari udara
4.      Memperbaiki sifat fisik tanah








BAB VII
PENUTUP

7.1 Kesimpulan
Dari praktikum pengukuran kualitas tanah pada daerah tanaman jagung, jeruk, apel, kopi, alpukat, mawar, tebu, sengon dan hutan dapat disimpulkan:
1)        Pada indeks kualitas tanah pada daerah penanaman sayur 0.50 sedangkan indeks kualitas tanah Hutan 0.76. Berdasarkan Indikator tanah menunjukan Kualitas tanah pada daerah tanaman sayuran sangat rendah dibandingkan dengan kualitas tanah pada daerah Hutan.
2)        Pengelolaan lahan pada daerah penanaman sayur masih kurang baik terlihat penggunaan pupuk dalam dosis yang tinggi, penggunaan alat berat, dan aktifitas mikroorganisme yang rendah.

7.2. Saran
Dari praktikum pengukuran kualitas tanah pada daerah tanaman jagung, jeruk, apel, kopi, alpukat, mawar, tebu, sengon dan hutan dapat disarankan:
*      Untuk menjaga kesehatan dan kesuburan tanah sebaiknya tanah diberi pupuk hayati, penggunaan mulsa, Pergiliran tanaman (rotasi tanam), sistem tumpang sari, pengembalian biomassa tanaman ke dalam tanah, pengolahan tanah konservasi dan pemberian bahan Amelioran tanah.
*      Alat dan bahan dalam melakukan analisis tanah di Laboratorium sebaiknya perlu dilengkapi agar dalam pelaksanaan praktikum tidak mengalami kendala.









DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Tanah Inceptisol. http://semangatgeos.blogspot.com/2011/11/tanah-inceptisol.html  [ 9 Juli 2012].
Barus, 2011. Praktek Kualitas Tanah Di Lahan Sawah Irigasi Dan Pasang Surut Desa Pematang Lalang Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang.  http://novalindabarus.blogspot.com/2012/01/praktek-kualitas-tanah-di-lahan-sawah.html [ 9 Juli 2012]
Doran, JW. & TB. Parkin, 1994. Defining and Assessing Soil Quality, In Defining Soil Quality for a Sustainable Environment. JW. Doran, DC. Coleman, DF. Bezdicek, & BA. Stewart (eds). SSSA Spec. Pub. No. 35. Soil Sci. Soc. Am., Am. Soc. Agron., Madison, WI, pp.3-21.
Fitri, 2011. Peran Makrofauan dan Mikrofauna Dalam Sifat Fisik Dan Kimia Tanah.  http://fitri05.wordpress.com/2011/01/24/peran-makrofauan-dan-mikrofauna-dalam-sifat-fisik-dan-kimia-tanah/ [ 9 Juli 2012]
Johnson, DL., SH. Ambrose, TJ. Basset, ML. Bowen, DE. Crummey, JS. Isaacson, DN. Johnson, P. Lamb, M. Sul & AE. Winter-Nelson. 1997. Meaning of Environmental Terms. J. Environ. Qual.. 26:581-589.
Karlen, DL., MJ. Mausbach, JW. Doran,RG. Cline, RF. Harris, & GE. Schuman. 1996. Soil Quality: Concept, Rationale and Research Needs. Soil.Sci.Am.J: 60:33-43
Winarso, S. 2005. Kesuburan Tanah Dasar Kesehatan dan Kualitas Tanah. Penerbit Gava Media. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar